BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukuman
pidana Islam (Fiqh Jinayah) yang mendapat tudingansebagai hukum yang out of date dan dehumanis. Tudingan itu terjadi karena ketidaksanggupan mereka
menangkap ruh syari’at Islam. Padahal hukum pidana Islam sebagaimana yang
tertera dalam nash tidaklah absolute. Nabi tidak selalu memperlakukan hukum
sebagaimana bunyi teks tetapi sangat kondisional. Hukuman pidana Islam bukanlah
sifat ortodoks melainkan memberikan ruang gerak bagi akal pikiran manusia untuk
ijtihat. Ijtihat ini diberikan dalam rangka menginterprestasikan teks – teks
hukum sehingga mampu merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat secara dinamis.
Oleh karena itu perlu diadakan reaktualisasi pemikiran hukum pidana Islam
terutama dari sisi klasifikasi tindak pidana sampai kepada perssoalan sanksi.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui
pandangan hukum Islam tentang hukuman mati dalam perspektif HAM
2. Mengetahui
panangan hukum Islam tentang bom bunuh diri sebagai refleksi ijtihat
3. Mengetahui
pandangan hukum Islam tentang reaktualisasi had / rajam
4. Mengetahui
hukum Islam tentang reaktualisasi ta’zir
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan
Hukum Islam tentang Hukum Mati dalam Perspektif HAM
1.
Pidana mati
dalam perspektif konstitusional (undang-undang)
Secara normatif hukuman mati diterapkan di negara-negara modern
khususnya indonesia atas perbuatan-perbuatan yang behubungan dengan subversi,
makar, terorisme, pembunuhan berencana dan lain-lain. Karena itu, menurut
penguasa adalah pantas orang yang melakukan demikian dijatuhi hukuman mati
dengan ini, maka kita berbicara tentang filsafat negara oleh karena orang yang
bersangkutan melakukan perbutan di luar batas atau bertentangan dengan
kebijaksanaan negara sebagai penguasa.
Dalam
KUHP pasal 10 ditegaskan bahwa salah satu pidana pokok adalah pidana mati.
Pidana mati sebagai maksud dilaksanakan oleh seorang atau beberapa algojo yang
ditunjuk sebagai eksekutor. Pidana mati khususnya lebih banyak dijatuhkan
kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, karena
tindak pidana ini adalah tindak pidana yang sangat keji dan menghancurkan sisi
kemanusiaan.
Dalam undang-undang No. 15 tahun 2003 disebutkan bahwa setiap
tindak pidana terorisme akan dijatuhi pidana mati. Dalam penjelasan UU No.15
tahun disebutkan bahwa peraturan tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Hal ini dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 dengan redaksi ‘...melindungi
segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam memelihara ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi , dan keadilan sosial’. Karena
itu tindak pidana terorisme harus dihukum seberat-beratnya dengan pidana mati
dengan berdasrkan pada tekad untuk menjaga integrasi bangsa.
Dalam UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika dicantumkan hukuman
mati sebagai salah satu pidana terberat bagi pihak yang menyalahgunakan
narkotika (mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan,
menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi pelantara dalam jual beli,
alat menukar narkotika Golongan I) dan merugikan masyarakat umum.
Meski pernah diujimaterilkan di Mahkamah Konstitusi (MK), namun
pidana mati dalam UU No.22 tahun 1997 dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD
1945 karena konstitusi indonesia tidak menganut azas kemutlakan HAM. Hak asasi
yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga
281 Bab XA UUD 1945, menurut MK, dibatasi oleh pasal selanjutnya yang merupakan
pasal kunci yaitu pasal 28J, bahwa Hak asasi seseorang digunakan dengan harus
menghargai dan menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban
umum dan keadilan sosial.
Dalam UU No. 31 tahun 31 juga mencantumkan pidana mati sebagai
pidana atas terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal
tersebut tergambar dalam pasal 2 ayat 2 yang menyebutkan ‘dalam hal tindak
pidana korupsi sebagai dimaksud ayat (1) dilakukan dalam keadaan terteantu,
pidana mati dapat dijatuhkan’. Keadaan tertentu dimaksudkan bahwa pidana mati dijatuhkan
atas tindak korupsi yang dilakukan saat negara berada dalam keadaan bahaya
sesuai dengan undang-undang yang berlaku, waktu terjadi bencana alam nasional,
sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan
krisis moneter. Pidana mati tidak merampas hak hidup seseorang, pidana mati
bukanlah pidana yang diterapkan pada semua tindak pidana, pidana mati adalah
pidana yang sifatnya kasuistik dana melalui serangkaian proses panjang untuk
menjatuhkannya.
Pidana mati tidaklah bertentangan dengan dengan HAM, justru pidana
mati menjaga eksistensi manusia, karena dengan ancaman seberat itu, seseorang
akan berfikir ulang jika ingin mengganggu bahkan menghilangkan hak hidup
seseorang.
2.
Pidana Mati
dalam Perspektif Islam
Dalam istilah bahasa Arab hukuman dikenal dengan kata عقوبة (‘uqūbah) yang
berarti siksa atau hukuman, yaitu hukuman atas perbuatan yang melanggar
ketentuan Syari’ yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat. Sementara dalam
bahasa Inggris dikenal dengan kata punishment, yang berarti a penalty imposed
on an offender for a crime or wrongdoing (hukuman yang dijatuhkan kepada
pelanggar kejahatan atau melakukakan kesalahan), sedangkan hukuman menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, adalah siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang
yang melanggar undang-undang dan sebagainya; atau keputusan yang dijatuhkan
oleh hakim.
Secara istilah hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abd al-Qadir Audah,
العقوبةهىالجزاءالمقررلمصلحةالجماعةعلىعصيانامرالشارع
Artinya:
العقوبةهىالجزاءالمقررلمصلحةالجماعةعلىعصيانامرالشارع
Artinya:
Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat,
karena adanya pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan syara’.
Syekh Wahbah az-Zuhaili membagi hukuman dalam Islam
menjadi dua bentuk, yaitu: hukuman akhirat (العقوبة
الاخروية) dan hukuman dunia (العقوبة الدنيوية)
Hukuman akhirat merupakan kehendak Allah Swt, adalah hukuman yang benar (haq) dan adil (‘adl), ia dapat berbentuk azab atau ampunan dari-Nya. Adapun hukuman dunia menurutnya ada dua macam pula, yaitu:
Hukuman akhirat merupakan kehendak Allah Swt, adalah hukuman yang benar (haq) dan adil (‘adl), ia dapat berbentuk azab atau ampunan dari-Nya. Adapun hukuman dunia menurutnya ada dua macam pula, yaitu:
a. Hudud adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan bentuknya oleh Syari’
dengan nash-nash yang jelas. Hukuman had menurut Hanafiyah ada lima macam
yaitu, had zina, had qadzf, had pencurian, had minum hamr, dan had mabuk.
Sedangkan menurut jumhur ulama selain Hanafiyah ada tujuh macam yaitu had zina,
had qadzf, had pencurian, had hirabah, had mabuk-mabukan, had qisas, had
riddah.
b. Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh syara’, tetapi bentuk dan
ketentuannya diserahkan kepada wali al-amr (negara) dengan memperhatikan
perbedaan waktu dan tempat.
Hukuman mati merupakan
salah satu alternative hukuman yang diberikan kepada para pelaku tindak pidana
hudud. Namun demikian hukuman mati hanya diberikan kepada empat pelau hudud,
yakni pezina muhson, pembunuhan sengaja, hirobah, dan murtad.
a. PezinaMuhson
Pelaku zina yang sudah kawin (muhson), sanksinya dirajam, yakni dilempari
batu sampai mati. Hukuman rajam ini semua ulama sepakat dengan banyak hadits
yang mengisyaratkan itu, namun yang mbedakannya adalah apakahsebelum dirajam
itu didera atau tidak.
Menurut jumhur Ulama, orang yang harus dihukum rajam itu tidak didera.
Sedang menurut al-Hasan al-Bashri, Ishaq, Ahmad dan Dawud, seorang yang pernah
menikah dan melakukan zina dengan wanita lain maka sanksi hukumnya jilid
kemudian dirajam (dicambuk kemudian dilempari batu). Hukuman tersebut dikenakan
pada laki-laki dan perempuan. Karena Islam sangat menghargai kehormatan diri
dan keturunan, maka sanski hukum yang sangat keras ini dapat diterima akal
sehat. Bukankah secara naluriah manusia akan berbuat apa saja demi menjaga dan
melindungi harga diri dan keturunannya.
Hukuman rajam ini jika diterapkan, sangat kecil kemungkinannya nyawa
terpidana dapat diselamatkan.
Hukuman bagi pezina telah ditentukan oleh al-Qur’an dan Hadist. Bagi pelaku zina ghaoru muhson (yang belum menikah) didasarkan pada QS An-Nur:2
Hukuman bagi pezina telah ditentukan oleh al-Qur’an dan Hadist. Bagi pelaku zina ghaoru muhson (yang belum menikah) didasarkan pada QS An-Nur:2
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ (
wur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# (
ôpkô¶uø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ
“perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman”.
b.
Pembunuhan Sengaja
Pelaku pembunuhan
berencana (disengaja), sebagaimana dalam al-Qur’an QS. An-nisa’,93:
`tBur ö@çFø)t $YYÏB÷sãB #YÏdJyètGB ¼çnät!#tyfsù ÞO¨Yygy_ #V$Î#»yz $pkÏù |=ÅÒxîur ª!$# Ïmøn=tã ¼çmuZyès9ur £tãr&ur ¼çms9 $¹/#xtã $VJÏàtã ÇÒÌÈ
Artinya:
Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
Orang yang membunuh orang Islam (tanpa hak) harus diqisas (dibunuh juga).
Jika ahli-ahli waris (yang terbunuh) memaafkannya, maka pelaku tidak diqisas
(tidak dihukum bunuh) tetapi harus membayar diyat (denda) yang besar, yaitu
seharga 100 ekor unta tunai yang dibayarkan pada waktu itu juga.
c. Perampokan(al-hirabah)
Al-hirabah adalah perampokan atau pengacau keamanan. Mengenai definisi
hirabah ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya namun pada intinya sama.
Para ulama fiqh, sebagaimana dijelaskan Wahbah, berbeda pendapat dalam
mendefinisikan hirabah.
Definisi hirabah menurut Hanafi adalah “ke luar untuk mengambil harta
dengan jalan kekerasan yang realisasinya menakut-nakuti orang yang lewat di
jalan atau mengambil harta, atau membunuh orang”.
Sedangkan Syafi’iyah definisi hirabah adalah:”ke luar untuk mengambil harta, atau membunuh, atau menakut-nakuti, dengan cara kekerasan, dengan berpegang kepada kekuatan, dan jauh dari pertolongan (bantuan)”.
Sedangkan Syafi’iyah definisi hirabah adalah:”ke luar untuk mengambil harta, atau membunuh, atau menakut-nakuti, dengan cara kekerasan, dengan berpegang kepada kekuatan, dan jauh dari pertolongan (bantuan)”.
Menurut Imam Malik, hirabah adalah:”mengambil harta dengan tipuan (taktik),
baik menggunakan kekuatan atau tidak”. Golongan Dzahiriyah memberikan definisi
yang lebih umum, dengan menyebut pelaku perampokan sebagai berikut: “Perampok/Muhariib
adalah orang yang melakukan tindak kekerasan dan mengintimidasi orang yang
lewat, serta melakukan perusakan di muka bumi
d. Pelaku Murtad
Riddah dalam arti
bahasa adalah الرُجُوعَ عن الشَّىءِ الى غيره yang
artinga kembali dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Sedangkan dalam kamus al
Munawwir riddah berasal dari kata: رَدَّهُ رُدًّا
وَرِدَّةً : دَفَعَهُ صَرَفَهُ yang artinya menolak dan memalingkannya.
Landasan hukuman mati untuk orang murtad dijelaskan dalam hadis Nabi artinya:
……dari Ibn Abbas ra. Ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “barang siapa menukar
agamanya maka bunuhlah ia.” (H.R. Bukhari)
Pidana
mati adalah salah satu jenis pidana yang dikenal dalam risalah Islam. Pidana
mati dalam kitab-kitab fiqhiyah termasuk dalam pembahasan jinayat (pidana).
Pidana mati adalah jenis pidana yang paling keras dan berat yang dijatuhkan
kepada pihak yang melakukan pidana pembunuhan (pembunuhan sengaja dan
pembunuhan berencana), pemberontakan, dan qishas. Sistem Islam juga mengenal
pembuktian positif dimana seseorang yang tertuduh tidak serta merta diberi
hukuman mati jika belum dapat dibuktikan secara positif. Hal ini dimaksudkan
agar implementasi pidana mati tidak keliru dan merongrong hak seseorang yang
paling asasi, yaitu hak hidup.
Fatwa MUI No. 10/MUNAS VII/MUI/14/2005 menetapkan bahwa negara
dapat menerapkan pidana mati kepada pelaku kejahatan pidana tertentu. Dasar
yang dipakai oleh MUI adalah ayat al Qur`an surat al Isra` ayat 33 dan al
Baqarah ayat 178 yang berbunyi :
wur (#qè=çFø)s? }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 3
`tBur @ÏFè% $YBqè=ôàtB ôs)sù $uZù=yèy_ ¾ÏmÍhÏ9uqÏ9 $YZ»sÜù=ß xsù Ìó¡ç Îpû È@÷Fs)ø9$# (
¼çm¯RÎ) tb%x. #YqÝÁZtB ÇÌÌÈ
Artinya :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan Barangsiapa
dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaankepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNä3øn=tæ ÞÉ$|ÁÉ)ø9$# Îû n=÷Fs)ø9$# (
çtø:$# Ìhçtø:$$Î/ ßö6yèø9$#ur Ïö7yèø9$$Î/ 4Ós\RW{$#ur 4Ós\RW{$$Î/ 4
ô`yJsù uÅ"ãã ¼ã&s! ô`ÏB ÏmÅzr& ÖäóÓx« 7í$t6Ïo?$$sù Å$rã÷èyJø9$$Î/ íä!#yr&ur Ïmøs9Î) 9`»|¡ômÎ*Î/ 3
y7Ï9ºs ×#ÏÿørB `ÏiB öNä3În/§ ×pyJômuur 3
Ç`yJsù 3ytGôã$# y÷èt/ y7Ï9ºs ¼ã&s#sù ë>#xtã ÒOÏ9r& ÇÊÐÑÈ
Artinya :
“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat
suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih “
B.
Pandangan/tinjauan
Hukum Islam tentang Bom Bunuh Diri sebagai Refleksi Jihad
Kata jihad bayak dijumpai dalam Al Qur`an. Secara bahsa di artikan
dengan mengerahkan tenaga dan kemampuan. Sebagai istilah oleh ahli bahasa Al
Qur`an raqib al Isfahanu dimaknai dengan 3 arti, yaitu:
1.
Berjuang
melawan musuh nyata
2.
Berjuan melawan
syetan
3.
Berjuang
melawan hawa nafsu
Pandangan yang
sama juga diutarakan oleh ulama besar Ibnu Qoyyim al Jauziah bahwa dalam berjuang
melawan musuh nyata dinjabrakan kedalam orang-orang kafir dan orang-orang
munafik.
Dengan demikian
jihad dalam pengertian perang adalah sebagian dari arti jihad yang cukup luas.
Pada umumnya kata jihad yang dimaknai perang diikuti dengan kata fi sabilillah sebagai anak kalimat.
Jihad dalam arti perang hanya bertujuan semata-mata untuk meninggikan kalimat
Allah dangan ridha Allah. Ini berarti perang dalam Islam yang berharap ridho
Allah tidak boleh untuk tujuan lain, selain fi
sabilillah. Dengan kata lain perang yang dilaksanakan atas dasar kebencian
terhadap pihak lain, dendam pribadi, alasan kesukuan atau bertujuan mencari
materi dan bukan atas dasar fi sabilillah
bukan jihad.
1.
Bom bunuh diri
dan hukumnya
Dalam Islam ada istilah jinayat, yang berarti beberapa hukum yang
meliputi hukum membunuh orang, melukai, memotong, menghilangkan manfaat anggota
badan, seperti menghilangkan salah satu panca indra.
a.
Islam
melindungi hak hidup
Beberapa
ayat alquran menjelaskan tentang prinsip Islam terhadap hak hidup dalam hal
ini, hak hidup orang lain dengan melarang membunuh termasuk membunuh dirinya
sendiri.
b.
Bom bunuh diri,
pembunuhan yang direncanakan
Akibat
bom bunuh diri ratusan orang telah terbunuh, terluka dan rusak serta hancurnya
harta benda. Padahal mereka yang menjadi korban tersebut tidak pernah
menyatakan kebencian, permusuhan terhadap Islam, umat Islam dan pemerintah
Indonesia. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang harus dilindungi, diayomi dan
diberi perlakuan sebagimana layaknya kehidupan sesama manusia, hidup
berdampingan, saling kenal, saling berbuat baik, saling cegah keburukan. Mereka
tidak boleh dibunuh dan dilukai semena-mena tampa alasan yang syar`i, tampa
alasan hukum yang dibenarkan.
Pelaku bom bunuh diri adalah nyata-nyata dengan perencanaan rapi,
berniat menghilangkan nyawa orang lain,
adalah pembunuhan yang disengaja dan direncanakan, yang hal tersebut
tegas-tegas dilarang Allah dalam Al
Qur`an, dikategorikan sebagai dosa besar dan harus diqhisash serta disiapkan
tempatnya di neraka.
c.
Bom bunuh diri
adalah bunuh diri
Al
Qur`an dan sunnah rasul mengatakan dengan tegas melarang membunuh diri sendiri.
Apabila para teroris dalam hal ini menyatakan sebagai “jihad”. Maka hal
tersebut adalah kekeliruan, sesat dan menyesatkan. Allah dalam firman-Nya
mengatakan
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4
wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
“Dan
janganlah kamu membunuh diri, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
kepadamu”
d.
Qishas
$oYö;tFx.ur öNÍkön=tã !$pkÏù ¨br& }§øÿ¨Z9$# ħøÿ¨Z9$$Î/ ú÷üyèø9$#ur Èû÷üyèø9$$Î/ y#RF{$#ur É#RF{$$Î/ cèW{$#ur ÈbèW{$$Î/ £`Åb¡9$#ur Çd`Åb¡9$$Î/ yyrãàfø9$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4
`yJsù X£|Ás? ¾ÏmÎ/ uqßgsù ×ou$¤ÿ2 ¼ã&©! 4
`tBur óO©9 Nà6øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ
Artinya :
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa
yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
e.
Balasan tuhan
terhadap pelaku bom bunuh diri
Balasan
pembunuhan adalah dihukum bunuh yang disebut dengan Qishash. Sesuai dengan
ketetapan Allah, pembunuhan adalah dosa besar dan dia akan mendapat balasan
atas dosanya.
C.
Pandangan hukum
Islam tentang Reaktualisasi had / rajam
Hukum rajam adalah hukuman mati
dengan cara dilempari batu. Hukum ini hanya dilakukan pada kasus yang sangat
tercela dengan syarat benar-benar terdapat bukti meyakinkan bahwa seseorang
telah berzina. Meski demikian, tidaklah sembarang tuduhan bisa membawa kepada
ketetapan zina. Sebaliknya, tuduhan zina bila tidak lengkap akan menggiring
penuduhnya ke hukuman yang berat. Syarat yang harus ada dalam persaksian
tuduhan zina adalah :
1.
Jumlah saksi
minimal 4 orang yang sudah baligh semua
2.
Saksi adalah
orang yang waras
3.
Islam
4.
Mereka melihat
langsung peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang
berzina
5.
Para saksi ini
bersaksi dengan bahasa yang jelas (bukan kiasan)
6.
Mereka melihat
peristiwa zina itu bersama-sama dalam satu majelis dan dalam satu waktu
7.
Semua saksi
harus laki-laki